Kain Sasirangan

A.    ASPEK HISTORIS

Kain sasirangan adalah salah satu seni kerajinan khas Banjar yang sudah dikenal sejak abad 16, hamper sama dengan kain teritik atau celupan dan pulau Jawa. Dan bahan kain putih seperti poplin/parts sutera dan lainnya. Dengan membuat lukisan yang di perlukan, lalu disirang yaitu dijelujur kemudian tarik erat di celup bermacam-macam warna mencoleknya untuk penyelesaian. Karena itu pengrajin sasirangan dahulu hanya bekerja kalau ada pesanan.

Kain pemintan ini / sasirangan biasa di pakai untuk sarudung,laung . baju, kain untun ayunan bayi dengan lukisan warna yang telah ditentukan. Beberapa macam kain permintaan sasirangan yaitu serudung dara menginang dengan lukisan naga atau kembang dalam taman yang mencolek, laung bayan raja,kain kayunan nagaberlimbur dan banyak lagi.

Kain sasirangan adalah khas Banjar yang tidak berkembang, terutama adanya kepercayan sebagaimana di jelasskan sehingga bertentangan menurut agama islam. tetapi pada akhir abad ke-20 kerajinan kain sasirangan digali dan di lestarikan kembali.

Tetapi bukan untuk kain pemintan. Jadilah masa kini  kain sasirangan sebagai bahan pakaian dengan motif/ lukisan khas daerah kain tenun sarigading.

Sebagaimana kain sasirangan. Maka kain tenun sarigading mempunnyai pengertian kareana adannya pepercayaan dan penggunaan yang sama. Tenunan sarigading ada bermacam-macam motipf seperti wadi waringin, mata punai, keketutut, kasturi dan sebagainya.Tenun sarigading sebagai pakaian pemintan untuk tapih, selendang dan babat (stagen)

Tenun sarigading ini sekarang ini hamper tak dikenal lagi. Sedangkan pengrajinnya hanya tinggal beberapa orang.

Kain sasirangan juga banyak macamnya, diantaranya yang di gunakan oleh bangsawan pada kerajinan Banjar diantara pakaian untuk pria :

  1. Baju miskat.
  2. Baju koko( baju dalam) pria.
  3. Salawan pidandang(seconcang).
  4. Baju talukbalanga.
  5. Baju dalam pria (sejenis rompi).
  6. Sabuk.
  7. Laung (semacam tutup kepala)

B.NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG DIDALAMNYA .

Nilai yang terkandung didalam baju sasirangan ialah sebuah kebanggaan akan karya cipta dari tangan-tangan masyarakat kalsel yang sayang akan kelestarian dari budaya yang sudah di turunkan  sejak lama dari dulu, dalam baju sasirangan terdapat image yang mencerminkan kepribadian yang selalu mengkembangkan kebudayaan orang lain karena didalam makna corak batik dari baju sasirangan terkandung nuasanya dalam makna corak batik baju sasirangan merupakan baju orang melayu.

C.ASPEK PELESTARIAN

Dalam melestarikan budaya “sasirangan” hendaknya masyarakat kalsel mengelola dengan sebaik-baiknya, sebab jika tidak dikelola maka lama- kelamaan budaya kita orang kalsel akan dirampas oleh orang lain sebagai contoh:

  1. Budaya batik sekarang ini diklim oleh bangsa Malaysia, inilah yang di khawatirkan jika sewaktu- waktu kita lengah adapun aspek-aspek yang mungkin dilakukan.
  2. Mengadakan festipal sasirangan.
  3. Pameran produk sasirangan.
  4. Pertandingan membuat baju sasirangan, dan lain-lain.

D. TANTANGAN KEDEPAN.

Tantangan yang kemungkinan besar buat “Baju sasiranngan” kita Banjarmasin ini kedepannya adalah antara lain:

  1. Faktor SDM( sumber daya manusia), sebab, makin modern zaman maka tingkat kesadaran aan budaya sendiri makin berkurang, jikka tidak di pupuk sejak dini.
  2. Faktor modal, sebab untuk mendapatkan pohon baku pada zaman sekarang ini dirasa cukup mahal.
By herykita Dikirimkan di Budaya

Madihin Salah Satu Kesenian Daerah Kalimantan Selatan

 1.      Sejarah Madihin

Asal mula adanya kesenian madihin sulit untuk dipastikan, namun ada yang berpendapat bahwa :

  1. Madihin berasal dari Hindia sebab madihin dipengaruhi oleh syair dan gendang tradisional dari Semenajung Malaka.
  2. Madihin berasal dari Tawia Kec. Angkinang  Kab. H.S.S, dari kampung Tawia inilah madihin tersebar luas hingga luar daerah. Salah satu pemadihinan yang terkenal adalah almarhum Dullah Nyangnyang.
  3. Madihin bersal dari Kec. Paringin (sekarang  Kabupaten Balangan) Kalimanatan Selatan.

Jadi siapa pencipta madihin dan asal pencipta tersebut belum diketahui secara nyata, yang jelas madihin berbahasa Banjar ini berarti penciptannya pun berasal dari orang Banjar. Madihin sudah ada setelah Islam menyebar di Kalimantan Selatan sekitar 1800 an, diperkirakan kesenian madihin ini dipengaruhi oleh kasidah atau rebana oleh sebab itu memiliki kemiripan antara satu sama lain ( Anwar , 2002 : 4).

2.      Diskripsi Madihin

Madihin merupakan suatu kesenian yang mempunyai karakter dan ciri-ciri khusus atau ciri tersendiri, baik dari syair, pemadihinan (pemain Madihin) sampai pada alat musik yang digunakan.  Madihin sebagai suatu karya sastra lisan yang dipentaskan mempunyai fungsi sebagai penyajian estitis (tontonan) yang dinikmati penonton ( Syukrani,1994:6 ).

Syair madihin dapat disesuaikan dengan perkembangan situasi dan kondisi, sebab kata-kata yang dilontarkan tanpa ada konsep tertulis terlebih dahulu (spontanitas) dan pada saat ditampilkan tergantung pada permintaan penggemarnya.

Dalam kehidupan masyarakat orang Banjar, mungkin kata madihin sudah tak asing lagi dan pernah melihat pertunjukannya. Madihin berasal dari kata Madah, yakni sejenis puisi lama dalam sastra Indonesia, yang terdiri dari syair-syair  dengan kalimat akhir bersamaan bunyi, sedang Madah dalam bahasa Arab mengandung makna puji-pujian. Pendapat lain mengatakan bahwa madihin berasal dari bahasa Banjar papadah atau mamadahi (dalam bahasa Indonesia memberi nasehat). Semua opini ini dapat dibenarkan, sebab masing-masing mempunyai kaitan yang sama dengan syair pantun dalam kesenian madihin (Anwar , 2002 : 4)

3.      Instrumen Madihin

Madihin adalah salah satu cabang  kesenian tradisional daerah Banjar Kalimantan Selatan. Senimannya  disebut pemadihinan baik lelaki maupun perempuan.

Terbang madihin terbuat dari kulit kambing yang sudah dikeringkan. Kulit kambing tersebut diberi kerangka kayu dengan garis tengah ±30 cm dan bagian bawahnya berukuran ±25 cm, kayu yang dipakai dipilih secara apik yaitu dari jenis kayu yang cukup liat, misalnya jenis kayu Jingah, batang pohon Nangka, batang pohon Tiwadak Banyu dan kadang-kadang juga dipakai jenis Kayu Halaban, untuk mengencangkan kulit pada kerangka dipakai rotan yang sudah diserut. (Azidin,1994:3).

 4.      Cara Pementasan

Madihin dipergelarkan bisa sendirian atau berpasangan, dalam bentuk pertandingan, sedang penonton sebagai jurinya. Biasanya madihin dipergelarkan pada malam hari, lama waktu pergelaran disesuaikan dengan keinginan penyelenggaranya, atau tergantung pada hasrat penonton, terkadang penonton menghendaki madihin bergelar hingga jauh malam. Pemadihinan tampil dengan sebuah terbang, sejenis gendang berkulit. Ukurannya cukup besar, lebih besar dari pada rebana yang di pakai untuk kesenian hadrah, terbang itu dipukul dengan  kedua telapak tangannya menurut rentak irama tertentu sebagai pembuka untuk menarik perhatian penonton. Dinamik terbang yang dipalunya dikurangi sehingga berfungsi sebagai iringan suaranya melagukan larik-larik yang selalu bersajak pada setiap akhir kalimat. Larik-larik pembukaan tersebut merupakan perkenalan, isinya menyebutkan jati dirinya, tujuan pelaksanaan madihin, dan topik-topik apa yang dimadihinkannya, serta tidak lupa memohon kemaafan sekitarnya dalam pergelaran madihin nanti dapat kekurangan dan kekhilapan yang dapat membuat penonton kurang berkenan ( Azidin, 1994:5).

Pantun-pantun Madihin diucapkan oleh pemadihinan secara spontanitas dan secara perlahan-lahan menuju sasaran yang sudah direncanakan. Sasaran itu bisa berupa orang, kelompok orang, lingkungan, perilaku birokrasi, lelucon dan bahkan apa pun bisa disampaikannya dengan baik. Kata-kata dalam kesenian madihin mengandung unsur humor yang tinggi, karena itu menonton madihin berarti siap untuk tertawa.

Menurut Syukrani (1994:9), struktur baku permainan madihin adalah sebagai berikut:

1. Pembukaan.

Yakni dengan melantunkan sebuah sampiran pantun yang disebut membawakan Hadiyan yang diawali terlebih dahulu dengan pukulan terbang pembukaan.

2. Memasang tabi

Yaitu membawakan pantun yang berisi penghormatan terhadap penonton, ucapan terima kasih, minta maaf jika ada kesalahan atau kekeliruan ketika membawakan pertunjukan.

3. Menyampaikan isi

Bagian ini disebut juga dengan manguran, yaitu menyampaikan pantun yang isinya selaras dengan tema pergelaran madihin. Sampiran pantun di dalam pembukaan harus selaras dengan isi yang akan disampaikan oleh pamadihinan.

4. Penutup

Yaitu menyampaikan kesimpulan dari keseluruhan isi yang sudah disampaikan. Pada bagian penutup ini juga membawakan kata penghormatan kepada penonton, serta mohon pamit dan di tutup dengan membawakan sebuah pantun penutup.

Kesenian madihin pada mulanya dipergelarkan di tempat-tempat terbuka, misalnya dipekarangan-pekarangan, tanah lapang atau di sawah yang padinya sudah dipanen. Sawah yang padinya sudah dipanen tanahnya keras karena pada waktu itu berbetulan dengan musim kemarau. Di tempat-tempat itu dibuatkan semacam panggung frontal, diatas panggung diletakkan kursi yang diperuntukkan bagi para pemadihinan duduk (Syukrani,1994:7)

5.      Eksistensi Madihin

Dalam perkembangan sampai sekarang, kesenian madihin sudah sering dipergelarkan di gedung-gedung mewah atau di tempat-tempat yang dipandang cukup terhormat, sehingga ruang lingkup  tempat bergelar tidak lagi terbatas pada pekarangan rumah dan tanah lapang saja, namun keberadaan kesenian madihin meski masih dipentaskan tetapi tidak seintensif dahulu. Dahulu kesenian madihin hampir setiap malam dipentaskan, tetapi sekarang hanya dipergelarkan dua minggu sampai empat minggu sekali dipergelarkan. Hal ini disebabkan karena hadirnya kesenian modern yang sifatnya memanjakan masyarakat.

Keberadaan kesenian madihin terjadi penurunan Intensitas, dahulu hampir semua acara memakai pergelaran kesenian madihin, sekarang hanya dalam acara pengantin, pergelaran panggung hiburan yang sifatnya pencarian dana, dan kegiatan-kegiatan pemerintahan.

6.      Fungsi Madihin

Pada dasarnya fungsi madihin adalah sebagai hiburan namun didalamnya terdapat juga berfungsi sebagai memberi pesan, media informasi, sosialisasi program pemerintah, media pendidikan, pengarahan agama dan media hiburan untuk mengumpulakan masyarakat untuk mencarian dana.

Peranan kesenian madihin sebagai memberi pesan adalah karena madihin asal katanya dari kata maddah yang artinya memberi nasehat atau papadah baik berupa nasehat mengenai pendidikan maupun mengenai kelurga berencana. Madihin juga berperan sebagai mengkritik pemerintah, kritik jenaka, media informasi, sosialisasi program pemerintah, media pendidikan, dan pengarahan agama, karena kesenian madihin ini identik dengan syair atau pantun sambil diiringgi lelucon agar orang itu tidak mudah tersinggung, dalam hal apa saja kesenian madihin bisa masuk baik berupa mengkritik pemerintah dalam hal yang bersifat tidak selaras dengan pembangunan.

Media informasi, pendidikan, sosialisasi program pemerintah dan pengarahan agama juga bisa disampaikan lewat kesenian madihin. Pemerintah  menyampaikan program lewat pementasan kesenian madihin karena dengan pementasan kesenian madihin orang dapat mendengarkan sosialisasi pemerintah dengan santai dan juga sering diselinggi pesan-pesan agama.

Kepustakaan

Anwar, Kasriani, Noor Aisyah dan Arbani. 2002. Madihin Sebagai Wahana Baur Masyarakat Orang Banjar Kalimantan Selatan. Kandangan : SMA Negeri 2 Kandangan. (Makalah).

Azidin, Yustan, 1994. Madihin. Banjarmasin: Kanwil Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Kalimanatan Selatan.

Syukrani, Maswan, dkk, 1994. Deskripsi Madihin. Banjarmasin : Kanwil Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Kalimantan Selatan

By herykita Dikirimkan di Budaya

Sosiologi

Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang hubungan manusia dengan lingkungannya. Sosiologi merupakan ilmu yang relatif baru jika dibandingkan dengan ilmu lainnya (seperti fisika,biologi,geografi, dan lainnya). Ilmu sosiologi ini dikembangkan oleh Auguste Comte dari Prancis. Tidak seperti illmu lainnya, sosiologi membatasi pengkajian terhadap objek kajiannya (yaitu masyarakat).

Sosiologi berasal dari dua kata yaitu kata socious (bahasa latin) yang artinya teman dan logos (bahasa yunani) yang berarti kata, perkataan atau pembiacaraan. Sedangkan secara harfiah, sosiologi berarti berbicara mengenai masyarakat.

Menurut Ensiklopedia Ilmu Sosial, sosiologi dapat didefinisikan sebagai studi ilmiah tentang masyarakat dan tentang aspek kehidupan manusia yang diambil dari kehidupan dalam masyarakat.

Menurut Auguste Comte Sosiologi adalah ilmu yang terutama mempelajari manusia sebagai makhluk yang mempunyai naluri untuk senantiasa hidup dengan sesamanya. Sosiologi mempelajari segala aspek kehidupan bersama yang terwujud dalam asosiasi-asosiasi, lembaga-lembaga, dan peradaban.

Menurut ahli sosiologi dari Indonesia, Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi. Mereka mengemukakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial, proses sosial dan perubahan sosial.